RSS

Enjoy with you're snap ~(‘▽’~) (~’▽’)~

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ .... ~(‘▽’~) (~’▽’)~


Awal-awalnya suka, tertarik bahkan gemar dengan Seni Gambar sampai akhirnya Mulai tertarik take pic with camera. dari camdig hadiah ulang tahun dari ayah lalu mulai tertarik dengan Camera DSLR, kerja keras nabung demi SLR alhamdulillah i have this (~♥.♥)~ haha .. 
Photograph untuk saya pribadi bukan sekedar hoby, kesukaan, iseng-iseng atau bahkan ikut2an . Seni gambar output dari photograph itu sendiri yang memberi nilai kepuasaan keindahan kalau anda memotret benar" dengan feel yang baik dan dari hati ♥.♥ 


shoot in every moment from natural ƪ(˘⌣˘)┐ ƪ(˘⌣˘)ʃ ┌(˘⌣˘)ʃ

  
 Sunset

 note : i take this in Bogor Nirwana Residents (BNR)-Bogor, West Java ^^


clouds with light

pool of light

note: i take this in jakarta city when hangout (^.^)v

life is like a car running

pencakar langit

step aside

sea

wait for sunset

is blue




Tugas Softskill Post.5 " REVIEW Jurnal Hukum Perjanjian "

PERLINDUNGAN HUKUM USAHA MIKRO KECIL MENENGAH 
(UMKM) DARI DAMPAK ADANYA PERJANJIAN ASEAN-CHINA
 FREE TRADE AREA (ACFTA)

Ari Ratna Kurniastuti1, Afifah Kusumadara2, Setyo Widagdo3.
Magister Ilmu Hukum (S2) Fakultas Hukum 
Universitas Brawijaya Malang


Perdagangan adalah fitrah manusia, ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan. Perdagangan atau perniagaan adalah kegiatan tukar menukar barang atau jasa atau keduanya.4 Sebelum muncul sistem Negara pada abad ke 19 sudah ada perdagangan antar suku bangsa, misalnya Marcopolo dari Venezia, sekarang lebih dikenal dengan Italia dengan Jalur Sutranya. Saat itu perdagangan sangat bebas, suku bangsa satu dapat membawa barangnya ke suku bangsa lain untuk dijual tanpa dibatasi dengan aturan Negara.

Di abad 19 sistem di dunia berubah yaitu mulai bermunculan negara-negara yang mendahulukan kepentingan politik, negara dengan rasa nasionalisme dan kebangsaan, sehingga sistem hukumnya melindungi kepentingan bangsanya terlebih dahulu termasuk dalam hal perdagangan. Pada era ini perdagangan antar negara sudah tidak sebebas era Marcopolo. Untuk dapat menjual barang dari Negara satu dengan yang lain ada aturan tentang dokumen atau bea masuk misalnya, sehingga kemudian istilah perdagangan berubah menjadi perdagangan internasional.

Kebangkitan nasionalisme dan kodifikasi pada abad ke-19 hukum dagang itu dimasukkan ke dalam undang-undang masing-masing negara. Ini menjadi bercampur dengan hukum nasional dan dengan demikian kehilangan karakter universalnya. Sebagai negara yang mengambil kontrol atas perdagangan internasional, hukum perdagangan nasional yang baru mengatur hubungan ekonomi dan perselisihan lintas batas yang diselesaikan dengan mengacu pada hukum internasional privat.

Perdagangan Internasional adalah kegiatan-kegiatan perniagaan dari suatu Negara asal yang melintasi perbatasaan menuju suatu Negara tujuan yang dilakukan oleh perusahaan untuk melakukan perpindahan barang dan jasa, modal tenaga kerja, teknologi (pabrik) dan merek dagang.6 Perdagangan internasional melibatkan Negara-Negara dan lembaga-lembaga internasional baik secara global maupun regional yang mengacu pada ketentuan dan prinsip-prinsip hukum internasional yang disepakati dalam GATT-WTO. Negara yang mengikatkan diri menjadi anggota WTO maka tunduk pada prinsip-prinsip yang diatur dalam GATT, walaupun demikian GATT ini juga memuat ketentuan- ketentuan untuk menyimpangi prinsip dalam GATT-WTO Agreement misalnya yang tercantum dalam artikel XXIV yaitu diperbolehkan adanya perjanjian regional antara dua negara atau lebih untuk mengurangi atau menghapuskan hambatan perdagangan di antara sesama anggota perjanjian regional tersebut, dengan tujuan meningkatkan perdagangan di kawasan tersebut.

ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) merupakan tindak lanjut dari kesepakatan antara negara-negara ASEAN dengan Republik Rakyat  China mengenai Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-operation between the Association of South East Asian Nations and the People's Republic of China ("Framework Agreement"), yang ditandatangani di Phnom Penh, pada 4 Nopember 2004.7 Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-operation between the Association of South East Asian Nations and the People's Republic of China yang selanjutnya disebut Perjanjian ACFTA berlaku sejak 1 Januari 2010. Dasar berlakunya perjanjian ini adalah Keputusan Presiden No. 48 Tahun 2004 tentang Pengesahan Framework Agreement On Comprehensive Economic Co-Operation Between The Association Of South East Asian Nations And The People's Republic Of China.8

ACFTA menggunakan prinsip perdagangan bebas. Perdagangan bebas tersebut didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan perdagangan, yakni hambatan yang diterapkan pemerintah dalam perdagangan antar individual dan atau perusahaan yang berada di negara anggota perjanjian perdagangan bebas tersebut.9

Industri manufaktur yang mulai bangkit setelah Krisis Keuangan Global yang kemudian disingkat KKG mereda harus siap menghadapi tantangan baru yaitu Perjanjian ACFTA. Empat industri manufaktur yang paling terancam adalah tekstil, alas kaki, garmen, dan plat baja karena produk China pada sektor ini dari segi biaya produksi murah dan efisien sebab mendapat subsidi dari Pemerintah mereka sehingga harganya murah. Hal ini membahayakan dari sisi tenaga kerja di Indonesia karena keempat industri tersebut merupakan sektor padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja.10

Kondisi sebagaimana diuraikan di atas tentu saja memberikan dampak kepada perekonomian Indonesia dan industri lokal yang ada di Indonesia, salah satunya UMKM. Dalam pembangunan ekonomi Indonesia UMKM dianggap sektor yang mempunyai peranan penting. Sebagian besar jumlah penduduk Indonesia yang berpendidikan rendah kegiatan usaha yang dapat dilakukan adalah di usaha kecil baik sektor tradisional maupun modern.

Peranan UMKM menjadi bagian yang diutamakan dalam setiap perencanaan tahapan pembangunan yang dikelola Kementerian Perindustrian dan Perdagangan serta Kementerian Koperasi dan UKM. Akan tetapi usaha pengembangan yang dilakukan hasilnya belum memuaskan karena pada kenyataannya kemajuan UMKM sangat kecil dibandingan kemajuan yang dicapai oleh usaha besar.11  Kondisi ini juga dikarenakan kurangnya dukungan pasar. 

Dengan sudah menyetujui Perjanjuan ACFTA ini maka perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara ASEAN dan China mengalami liberalisasi yang artinya mengurangi atau meniadakan hambatan perdagangan yang ada, sehingga tariff (bea masuk) dari produk Negara peserta ACFTA ini diturunkan atau bahkan ditiadakan. Berdasarkan penelitian World Trade Organization (WTO) tahun 1995, disimpulkan bahwa regionalisme perdagangan, termasuk free trade area, ternyata mendorong liberalisme
perdagangan yang memberikan keuntungan pada Negara-Negara anggota oleh integrasi ekonomi yang terjadi.12

Liberalisasi perdagangan ini menguntungkan untuk Negara yang siap dan kuat industrinya sehingga bisa mengembangkan ekspor dengan cepat memanfaatkan minimalisasi hambatan perdagangan yang ada. Akan tetapi saat Negara tersebut industri dan pelaku usahanya belum siap maka yang ada Negara tersebut hanya akan menjadi pasar penjualan bukan tempat produksi. Bagaimana dengan Indonesia, yang terlihat justru banyak produk China yang membanjiri sebagai dampak Perjanjian ACFTA sehingga industri, terutama UMKM Indonesia dibuat kewalahan atas ini.

Melihat kondisi ini diperlukan peran pemerintah melalui hukum yang dibuatnya untuk memberikan perlindungan hukum terhadap industri di dalam negeri, khususnya UMKM karena mereka yang mendapatkan dampak yang cukup besar dari adanya ACFTA ini, padahal di Indonesia UMKM berskala kecil yang dijalankan oleh perorangan atau pegawainya tidak sampai 100 orang jumlahnya cukup banyak. 


DAFTAR PUSTAKA 



Buku dan Jurnal :

Daeng dan Rika. Menggugat Perjanjian Kerjasama ASEAN-China, Global Justice Update,
Tahun ke 7/Edisi ke - 4 Desember 2009.
Daeng, Jebakan ASEAN dalam Komitmen Ambisius 2010, Free Trade Watch : Mewujudkan
Keadilan Ekonomi, Volume III/Edisi Oktober 2010.
Daeng, Menyoal Pelanggaran Konstitusi dalam ACFTA, Free Trade Watch : Mewujudkan
Keadilan Ekonomi, Volume I/Edisi April 2011.
Damos Dumoli Agusman.Hukum Perjanjian Internasional (Kajian Teori dan Praktik
Indonesia). Bandung : Refika Aditama, 2010.
I Wayan Parthiana. Hukum Perjanjian Internasional (Bagian 1). Bandung : Mandar Maju,
2002.
_______________ Hukum Perjanjian Internasional (Bagian 2). Bandung : Mandar Maju,
2005.
Ina Primiana. Menggerakkan Sektor Riil UKM dan Industri. Bandung : Alfabeta, 2009.
Indah Suksmaningsih. Kaidah Internasional dalam Hukum Indonesia : Peluang yang Tidak
Dimanfaatkan, Global Justice Update, Tahun ke 7/Edisi ke - 4 Desember 2009.
Johnny Ibrahim. Pendekatan Ekonomi Terhadap Hukum : Teori dan Implikasi Penerapannya
dalam Penegakan Hukum. Surabaya : CV. Putra Media Nusantara & ITS Press, 2009.
_____________ Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang : Bayu Media
Publishing, 2010.
Keraf, A. Sonny.Etika Bisnis : Tuntutan dan Relevansinya.Yogyakarta : Kanisius, 1998.
Lopez Rodriguez Ana Mercedes. Lex Mercatoria. School of Law, Departement of Private
Law University of Aarhus, 2002.
Mansour Fakih. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Jogjakarta : Pustaka Pelajar,
2001.
Mikhael Dua. Filsafat Ekonomi : Upaya Mencari Kesejahteraan Bersama. Yogyakarta :
Kanisius, 2008.
Mohammad Sood. Hukum Perdagangan Internasional. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
2011.
Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana, 2005.
Salvatore, Dominick. Ekonomi Internasional. Jakarta : Penerbit Erlangga, 1995.
Sihombing, Jonker. Peran dan Aspek Hukum dalam Pembangunan Ekonomi. Bandung : PT.
Alumni, 2000.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta : Rajawali Pers,
1985.
Sri Rejeki Hartono. Hukum Ekonomi Indonesia. Malang : Bayumedia, 2007.
Sukarmi. Regulasi Anti di Bawah Bayang-Bayang Pasar Bebas. Jakarta : Sinar Grafika, 2002.
T. May Rudy.Hukum Internasional 1.Bandung : Refika Aditama, 2006.
___________ Hukum Internasional 2. Bandung : Refika Aditama, 2009.



Internet dan Surat Kabar

Abdul Rosid, Modul Manajemen UKM : UKM di Indonesia dan Peranan UKM,
pksm.mercubuana.ac.id/new/.../files.../31013-3-478126269633.doc,               diakses
tanggal 8 Mei 2012
Afifah Kusumadara, The Role of Law in Indonesian Economic Development, hlm.18 - 21
http://karyatulishukum.files.wordpress.com/2011/06/secured-kedudukan-
hukum-sbg-alat-pembangunan-ekonomi.pdf, diakses tanggal 1 Maret 2013
Amrie Hakim, Dasar Hukum Pemberlakuan ACFTA, http://www.hukumonline.com
/klinik/detail/lt4b04bef2aa8ee/dasar-hukum-pemberlakuan-acfta, diakses tanggal
4 Desember 2012
Anggi        H,        Produk        China        vs        Produk        Lokal,        12        November        2012,
http://anggih91.wordpress.com/2012/11/12/produk-china-vs-produk-lokal/,
diakses tanggal 25 Desember 2012.
bn/ko, ACFTA Ancam Empat Industri Padat Karya, Surabaya Pagi, 28 Januari 2010, hlm.
10 kolom 4-5
Departemen Perdagangan, agustus 2005, http://www.ditjenkpi.go.id, diakses tanggal 13
Maret 2013.
Fatkhurrrohman Taufiq, Tempo interaktif, 2 Maret 2012, Jawa Timur Larang Impor
Hortikultura,       http://www.tempo.co/read/news/2012/03/02/180387611/Jawa-
Timur-Larang-Impor-Hortikultura, diakses tanggal 7 Maret 2013
Huala, Adolf, Labelisasi Standar dalam Menyikapi ACFTA, http://korantempo.com/
korantempo/koran/2010/10/01/Opini/krn.20101001.213309, diakses tanggal
12 Maret 2013
Hukum Online, Pengujian UU Ratifikasi Piagam ASEAN Kandas, 26 feb 2013,
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt512cb1408c03e/pengujian-uu-
ratifikasi-piagam-asean-kandas, diakses 26 maret 2013
Ibnu Purna, Hamidi, Prima, ACFTA sebagai Tantangan Menuju Perekonomian yang Kompetitif,
http://www.setneg.go.id/index.php?option=comcontent&task=view&id=4375&I
temid=29, diakses tanggal 7 Mei 2012
Inggried Dwi Wedhaswary, Produk China "Bombardir" Indonesia. Apa Kabar Produk Lokal,
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/01/09/10134596/Produk.China.
Bombardir. Indonesia.Apa.Kabar.Produk.Lokal, diakses tanggal 28 Mei 2012
Jn, Masalah yang Dihadapi dalam Pemberian Kredit Perbankan, Surabaya Pagi, 18 Februari
2011, hlm. 19, kolom 2-3
Mohd. Burhan Tsani. Status Hukum Internasional dan Perjanjian Internasional dalam Hukum
Nasional Republik Indonesia (dalam prespektif Hukum Tata Negara)
http://damosdumoli.blogspot.com/2009/03/status-hukum-internasionaldan_12.html, diakses tanggal 11 Januari 2013.
Wikipedia, Perdagangan, http://id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan, diakses tanggal 20 Mei
2012
World Trade Organization, Trading into the Future : Introduction to the WTO. Beyond the
Agreements. Regionalism - Friends or Rivals?, hlm.1 http://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e /tif_e/bey_e.htm, diakses tanggal 8 Mei 2012.



Peraturan Perundang-undangan :

Kovensi Wina 1986
Artikel I GATT-WTO Agreement
Pasal 3 artikel XXIV GATT-WTO Agreement
Piagam ASEAN
Framework Agreement On Comprehensive Economic Co-Operation Between The Association Of South
East Asian Nations And The People's Republic Of China
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 117/PMK.011/2012 tentang Penetapan
Tarif Bea Masuk Dalam Rangka ACFTA 


NAMA KELOMPOK :
1. Kartika Ratna Sari . W  ( 24212034 )
2. Septa Skundarian          ( 26212921 ) 
3. Shintya Permatasari      ( 26212989 )


Tugas Softskill Post.4 " REVIEW Jurnal Hukum Perjanjian '

JUAL BELI SUARA PADA PEMILIHAN UMUM DALAM PRESPEKTIFHUKUM PERJANJIAN

oleh: Abdul Halim Barkatullah
Dosen Fakultas Hukum UNLAM Banjarmasin
E-mail: dr.halim_barkatullah@yahoo.co.id




Jual Beli Suara dalam Perspektif Hukum Perjanjian

1. Hukum Jual Beli Suara

Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan sesuatu kebendaan, dan pihak lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.13

Kata jual beli menunjukkan bahwa dari satu pihak perbuatan dinamakan menjual, sedang dari pihak yang lain dinamakan membeli. Istilah yang mencakup dua perbuatan yang bertimbal balik (koop en verkoop) yang juga mengandung pengertian bahwa pihak yang satu "verkoopt" (menjual) sedang yang lainnya "koopt" (membali).14 Benda yang menjadi objek penjanjian jual beli harus cukup tertentu, setidak-tidaknya dapat ditentukan wujud dan jumlahnya pada saat ia akan diserahkan hak miliknya kepada si pembeli.

Unsur-unsur pokok (essentialia) perjanjian jual beli adalah barang dan harga. Sesuai dengan asas "konsensualisme" yang menjiwai hukum perjanjian KUHPerdata, perjanjian jual beli itu sudah dilahirkan pada detik tercapainya "sepakat" mengenai barang dan harga. Begitu kedua pihak sudah setuju tentang barang dan harga, maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah.15

Sifat konsensual dari jual beli tersebut ditegaskan dalam Pasal 1458 yang berbunyi "Jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar".

Konsesualisme berasal dari perkataan "consensus" yang berarti kesepakatan. Dengan kesepakatan dimaksudkan bahwa diantara pihak-pihak yang bersangkutan tercapai suatu persesuaian kehendak, artinya apa yang dikehendaki oleh yang satu ada pula yang dikehendaki oleh yang lain. Kedua kehendak itu bertemu dalam "sepakat" tersebut. Tercapainya sepakat ini dinyatakan oleh kedua belah pihak dengan mengucapkan perkataan-perkataan misalnya "setuju", "accoord", "oke" dan lain-lain sebagainya ataupun dengan bersama-sama menaruh tanda tangan dibawah pernyataan-pernyataan tertulis sebagai tanda (bukti) bahwa kedua belah pihak telah menyetujui segala apa yang tertera di atas tulisan itu. 

Asas konsensualisme haruslah disimpulkan dari Pasal 1320, yaitu pasar yang mengatur tentang syarat-syarat sahnya suatu perjanjian dan tidak dari Pasal 1338 (1). Pasal 1338 (1) yang berbunyi "semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang  membuatnya" itu dimaksudkan untuk menyatakan tentang kekuatan perjanjian, yaitu kekuatan yang sama dengan suatu undang-undang. Kekuatan seperti itu diberikan kepada "semua perjanjian yang dibuat secara sah". Apakah yang dinamakan "Perjanjian yang (dibuat secara) Sah" itu? Jawabannya diberikan oleh Pasal 1320 yang menyebutkan satu persatu syarat-syarat untuk perjanjian yang sah itu. Syarat-syarat itu adalah : 
1 sepakat, 
2 kecakapan, 
3 hal tertentu dan
4. causa (sebab isi) yang legal

 Dengan hanya disebutkannya "sepakat" saja dituntutnya sesuatu bentuk cara (formalitas) apapun seperti tulisan pemberian tanda atau panjer (formalitas) apapun, sepertinya tulisan, pemberian tanda atau panjer dan lain sebagainya, dapat disimpulkan bahwa bilamana sudah tercapai sepakat itu, maka sahlah sudah perjanjian itu atau mengikatlah perjanjian itu atau berlakulah ia sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

2. Keabsahan Perjanjian Jual Beli Suara

Dalam Pasal 1338 (1) yang menyatakan bahwa perjanjian mengikat sebagai undang-undang, pasal ini tidak memberikan kriterium perjanjian apa saja yang mengikat sebagai undang-undang, jadi perjanjian jual beli suara dapat dimasukan mengikat sebagai undang-undang apabila telah di setujui. Namun yang menjadi pertanyaan apakah perjanjian ini telah sah apabila tercapai kesepatakan.

Jawaban diberikan oleh Pasal 1320 cukup apabila sudah tercapai sepakat (consensus). Kesepakatan berarti persesuaian kehendak. Namun ke hendak atau keinginan ini harus dinyatakan. Kehendak atau keinginan yang disimpan di dalam hati, tidak mungkin diketahui pihak lain dan karenanya tidak mungkin melahirkan sepakat yang diperlukan untuk melahirkan suatu perjanjian. Menyatakan kehendak ini tidak terbatas pada pengucapan perkataan-perkataan, ia dapat dicapai pula dengan memberikan tanda-tanda apa saja yang dapat diterjemahkan kehendak itu, baik oleh pihak yang mengambil prakarsa yaitu pihak yang menawarkan (melakukan "offerte") maupun oleh pihak yang menerima penawaran tersebut.

Dengan demikian maka yang akan menjadi alat pengukur tentang tercapainya persesuaian kehendak tersebut adalah pernyataan-pernyataan yang telah dilakukan oleh kedua belah pihak. Undang-undang berpangkal pada asas consensus, yang merupakan saat lahirnya perjanjian yang mengikat laksana suatu undang-undang.

Asas konsensualisme yang terkandung dalam Pasal 1320 KUHPerdata dan dihubungkan dengan Pasal 1338 (1), dalam suatu jual beli, maka konsensualisme itu menonjol sekali dari perumusannya dalam Pasal 1458 KUHPerdata "Jual-beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelah orang-orang ini mencapai sepakat tentang barang tersebut dan harganya, meskipun barang itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar.

Perjanjian jual beli yang ada di dalam jual beli suara pada esensinya adalah sama dengan jual beli biasa, namun yang berbeda adalah objek yang menjadi hal yang diperjanjikan, yaitu suara dalam Pemilu yang telah dibayar dengan uang, atau barang pemberian lainnya. Perjanjian jual beli suara memperjanjikan hak dan kewajiban penjual/pembeli, yaitu kewajiban menyerakan suara dalam Pemilu bagi pembeli dan menjadi hak bagi penjual, serta mendapatkan pembayaran berupa uang, atau barang yang menjadi hak penjual dan kewajiban bagi pembeli. Ketentuan ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 1234 KUH Perdata.

Untuk menilai sahnya suatu perjanjian dalam jual beli suara harus melihat ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata yang mengatur syarat sahnya perjanjian, yaitu:

a. Sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya

Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya mengandung makna bahwa para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau ada kesesuaian kemauan atau saling menyetujui kehendak masing-masing, yang dilahirkan oleh para pihak dengan tidak ada paksaan (dwang), kekeliruan (dwaling), penipuan (bedrog)16 dan penyalahgunaan keadaan. 

Dalam perjanjian jual beli suara kesepakatan telah tercapai pada saat kesepakatan jual beli suara dan harganya, yang berisi penerimaan (acceptance) dari suatu penawaran (offer). Penawaran tersebut akan memperoleh akseptasi bila pembeli setuju untuk menyerahkan uang atau barang lain sebagai pembayaran jual beli. Jika jual beli ini tidak mengandung unsur paksaan  (dwang), kekeliruan (dwaling), penipuan (bedrog) dan penyalahgunaan keadaan, maka perjanjian jual beli suara memenuhi unsur keabsahan perjanjian yang pertama.


b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian

Cakap (bekwaam) merupakan syarat umum untuk dapat melakukan perbuatan hukum secara sah, yaitu harus sudah dewasa, sehat akal pikiran dan tidak dilarang oleh suatu peraturan perundang-undangan untuk melakukan sesuatu perbuatan tertentu.17

Para pihak telah berusia 18 tahun atau pernah melangsungkan perkawinan (Pasal 1330 KUH Perdata jo Pasal 47 UU No.1 Tahun 1974), tidak di bawah Pengampuan (Pasal 1330 jo Pasal 433 KUH Pedata) dan tidak dilarang oleh Undang-undang untuk     melakukan perbuatan hukum tertentu. Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa pikirannya adalah cakap menurut hukum. Dan dalam perjanjian jual beli suara biasanya para pihak telah memenuhi syarat ini.

c. Suatu hal tertentu

Suatu hal tertentu dalam perjanjian adalah barang atau jasa yang menjadi objek suatu perjanjian. Suatu perjanjian harus mempunyai pokok (objek) suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Kata "hal" yang tertentu dan kata "hal" berasal dari bahasa Belanda onderwerp yang dapat juga diartikan pokok uraian atau pokok pembicaraan (atau pokok persoalan), maka zaak lebih tepat bila diterjemahkan sebagai pokok persoalan.18

Zaak dalam Pasal 1333 KUHPerdata (juga dalam Pasal 1332 dan 1334) lebih tepat diterjemahkan sebagai pokok persoalan, karena pokok persoalan atau objek dari perjanjian dapat berupa benda/barang, namun dapat juga berupa jasa tertentu untuk berbuat sesuatu.1

Suatu perjanjian seharusnya berisi pokok/objek yang tertentu agar dapat dilaksanakan. Perjanjian jual beli suara telah ditentukan jenis prestasi, yaitu berbuat sesuatu dengan memberikan suara pada caleg yang telah membeli suaranya. Jadi jual beli suara dapat memenuhi unsur ini.

d. Kausa yang legal

Suatu kausa yang legal merupakan syarat yang keempat untuk sahnya suatu perjanjian. Persoalan pokok dalam hal ini adalah apakah pengertian perkataan kausa itu sebenarnya. Pengertian kausa adalah sebagai berikut:20
1. Perkataan kausa sebagai salah satu syarat perjanjian adalah sebab dalam
pengertian ilmu pengetahuan hukum yang berbeda dengan ilmu pengetahuan
lainnya;
2. Perkataan sebab itu bukan motif (desakan jiwa yang mendorong seseorang
melakukan perbuatan tertentu) karena motif adalah soal bathin yang tidak diperdulikan oleh hukum.
3. Perkataan sebab secara letterlijk berasal dari perkataan oorzaak (bahasa
Belanda) atau causa (bahasa Latin) yang menurut riwayatnya bahwa yang dimaksud dengan perkataan itu dalam perjanjian adalah tujuan yakni apa yang dimaksudkan oleh kedua pihak dengan mengadakan perjanjian. Dengan perkataan lain sebab berarti isi perjanjian itu sendiri.
4. Kemungkinan perjanjian tanpa sebab yang dibayangkan dalam Pasal 1335
BW adalah suatu kemungkinan yang tidak akan terjadi, karena perjanjian itu adalah isi bukan tempat yang harus diisi.

         Menurut Wirjono Prodjodikoro21 kausa dalam hukum perjanjian adalah isi tujuan suatu persetujuan, yang menyebabkan adanya persetujuan itu. Syarat kausa yang legal merupakan mekanesme netralisasi, yakni sarana untuk menetralisir terhadap prinsip kebabasan berkontrak (freedom of contrac).22 

         Suatu perjanjian oleh hukum dianggap tidak mempunyai kausa yang legal. Undang-undang menentukan bahwa suatu perjanjian tidak memenuhi unsur kausa yang legal jika:23 Pertama, perjanjian sama sekali tanpa kausa; Kedua, perjanjian dibuat dengan kausa yang palsu; Ketiga, perjanjian dibuat dengan kausa yang terlarang, yaitu dilarang oleh peraturan perundang-undangan, bertentangan dengan kesusilaan, bertentangan dengan ketertiban umum.

Walaupun perjanjian jual beli suara telah disepakati, cakap, dan hal yang menjadi objek perjanjian telah jelas, namun yang menjadi pertanyaan apakah isi dari perjanjian tidak menyimpang dari undang-undang, norma-norma kesusilaan dan ketertiban umum.

Politik uang atau jual beli suara yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah pemberian uang dari calon anggota legislatif (caleg) dan atau partai peserta pemilu kepada pemilih dengan tujuan untuk merebut suara pemilih. Aksi jual beli suara ini berlangsung selama masa kampanye hingga detik-detik terakhir sebelum pemungutan suara. Dalam UU No. 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu Legislatif Pasal 84 ayat (1) huruf (j). Pelanggaran syarat objektif dalam jual beli suara memberikan akibat hukum perjanjian jual beli melanggar unsur kausa yang legal.

Konsekuensi hukum dari pelanggaran kausa yang legal dalam suatu perjanjian jual beli suara, perjanjian tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum (Pasal 1335 KUHPerdata). Dengan perkataan lain, suatu perjanjian tanpa suatu kausa yang legal akan merupakan perjanjian yang batal demi hukum (nietig, null and void).24Artinya, dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada perikatan. Sehingga dalam jual beli suara pada pemilu tiada dasar untuk saling menuntut di muka hakim (pengadilan). 




DAFTAR PUSTAKA 



Badrulzaman, Mariam Darus, et.al., Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 2001.
Fattah, Eep Saifullah, Mengapa 1962-1997 Terjadi Berbagai Kerusuhan? Jakarta-
Bandung: Laboratorium Fisip UI bekerjasam dengan Mizan, 1997.
Fuady, Munir, Hukum Kontrak: dari Sudut Pandung Hukum Bisnis. Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 2001.
H.R. Daeng Naja, Contract Drafting, Cetakan Kedua. Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 2006.
Huntington, Samuel W., The Third Wave: Democratization The Last Twentieth
Century, Diterjemahkan oleh Asril Marjohan, Demokrasi Glombang Ketiga. Jakarta : Grafiti, 1995.
IDEA, Penilaian Demoratisasi di Indonesia. Swedia: International IDEA, Stochold,
2000.
Muhammad, Pemilihan Umum dan legitimasi politik. Jakarta: Yayasan Buku Obor,
1998.
Prodjodikoro, Wirjono, Asas-asas Hukum Perjanjian, Cet. VIII. Bandung: Mandar
Maju, 2000.
Rahman, Hasanuddin, Legal Drafting. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000.
Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, cet-6. Bandung: Putra Bardin, 1999. Syahrani, Riduan, Seluk-Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, Edisi Revisi.
Bandung: Alumni, 2006.
Widjaja, Gunawan, dan Kartini Muljadi, Jual Beli, Cetakan Kedua. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2004.
www.detikpemilu.com. Diakses tanggal 2 Mei 2009.
www.documentarynetworking.com. diakses tanggal 3 Mei 2009. 
www.okezone.com. Diakses Tanggal 2 Mei 2009.
www.suryaonline.com diakses tanggal 3 Mei 2009.




NAMA KELOMPOK :
1. Kartika Ratna Sari . W  ( 24212034 )
2. Septa Skundarian          ( 26212921 ) 
3. Shintya Permatasari      ( 26212989 )